Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) Nomor : 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang mendiskwalifikasi Drs. Edi Damansyah, M.Si sebagai Calon terpilih Bupati Kukar Tahun 2024 dan memerintahkan agar dilaksanakan Pemungutan Suara Ulang, selambat-lambatnya 60 hari sejak putusan tersebut dibacakan, berbuntut panjang.
Ada dua laporan yang dilayangkan masyarakat Kukar buntut dari putusan MK-RI Nomor : 195/PHPU.BUP-XXIII/2025, tersebut antara lain, Laporan terkait duagaan pelanggaran etik yang dialamatkan kepada DKPP yang disampaikan oleh DH kepada DKPP pada tanggal 17 Maret 2025 yang lalu, selain itu ada pula Laporan Pengaduan (Lapdu) terkait dugaan penyalah-gunaan wewenang, suap-menyuap, dan potensi kerugian keuangan negara. Untuk yang terakhir dilayangkan kepada pihak Kejaksaan Agung RI melalui Kejaksaan Tinggi Kaltim, oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Anti Korupsi melalui surat bertanggal 10 Maret 2025.
Bahwa meskipun sudah jelas bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PPU-XXI/2023, yang diputus dan dibacakan pada Selasa, 21 Februari 2023, yang menolak seluruh gugatan yang diajukan oleh Sdr. Drs. Edi Damansyah, M.Si Bupati Kutai Kartanegara periode 2021-2026 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Sdr. Drs. Edi Damansyah, M.Si sudah menjabat selama 2 (dua) periode, sudah jelas, sehingga tidak diperlukan adanya penapsiaran lain, namun KPU Kukar merujuk kepada Pasal 19 huruf e Keputusan KPU Nomor 8 Tahun 2024 Tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota, yang berbunyi : “penghitungan masa jabatan dilakukan sejak pelantikan” sehingga KPU Kukar memutuskan bahwa Drs. Edi Damansyah, M.Si masih bisa mengikuti kontestasi pemilihan Bupati Kutai Kartanegara Tahun 2024 dan kemudian menetapkan Drs. Edi Damansyah, M.Si sebagai peserta pemilihan Bupati Kutai Kartanegara Tahun 2024, diduga telah terjadi penyalah-gunaan wewenang dilingkungan KPU Kukar, dengan sengaja dan berani melakukan perbuatan secara melawan hukum.
Bahwa sebelumnya dalam penyelenggaraan Pemilukada Kukar telah menelan anggaran yang bersumber dari APBD Kukar sebesar Rp. 103,6 Milyar dan untuk pelaksanaan PSU dibutuhkan lagi dana sebesar Rp. 62,4 milyar yang dibebankan pada APBD Kukar, hal ini diduga karena adanya perilaku para Komisioner KPU Kukar yang melanggar etik dan tampak adanya keberpihakan pada salah satu paslon serta, sehingga berujung pada PSU yang menimbulkan konsekwensi membengkaknya anggaran.
“… benar kami telah melayangkan pengaduan ke DKPP terhadap 5 anggota KPU Kukar dan 5 Anggota Bawaslu Kukar untuk diperiksa dugaan pelanggaran etik, menindak tegas para teradu apabila terbukti bersalah, menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatannya masing-masing dan memastikan pelaksanaan PSU berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi, jujur, adil dan transparan…” kata DH ketika dikonfirmasi melalui sambungan whatsapp.
“… benar pihak kami telah melayangkan Laporan Pengaduan kepada pihak Kejaksaan melalui surat resmi bertanggal 10 Maret 2025 yang lalu, terkait duagaan tipikor dilingkungan KPU Kukar, berupa perbuatan secara melawan hukum, penyalah-gunaan jabatan dan wewenang, suap-menyuap, adanya potensi kerugian keuangan negara…” ujar pelapor yang tidak ingin disebut Namanya kepada wartawan JejakDigital, melalui sambungan Whatsapp.
Bahwa berdasarkan hal tersebut, patut diduga telah terjadi melanggar etik perbuatan secara melawan hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara dan praktek koruptif berupa suap-menyuap dan penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam UU RI No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang : Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 5 ayat (2); Pasal 11; Pasal 12 huruf a, huruf b; dan Pasal 13, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
dr/**
Masukkan alamat email untukmendapatkan informasi terbaru